Jumat, 18 Desember 2015

Validitas Dan Reliabilitas Tes

                                                             

A.    Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran diperlukan evaluasi dan proses analisis dari evaluasi.  Manfaat dari analisis evaluasi untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pembelajaran dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran. Karena itu  begitu pentingnya guru mengadakan analisis butir soal (distraktor, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan kualitas soal), validasi dan reliabilitas instrument.
Hasil dari proses penilaian perlu dilakukan analisis, untuk melihat validitas dan efektivitas instrument, serta untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan proses pembelajaran. Ada tiga sasaran pokok ketika guru melakukan analisis terhadap hasil belajar, yaitu terhadap guru, siswa dan prosedur pembelajaran. Fungsi analisis untuk guru terutama untuk mendiagnosis keberhasilan pembelajaran dan sebagai bahan untuk merevisi dan mengembangkan pembelajaran dan tes. Bagi siswa, analisis diharapkan berfungsi mengetahui keberhasilan belajar, mendiagnosa mengoreksi kesalahan belajar, serta Memotivasi siswa belajar lebih baik. 
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Penilaian program pendidikan menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru siswa dan keterlaksanaan program belajar mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung, baik dalam bentuk validitas maupun reliabilitas. Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat tergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada cara pelaksanaannya.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai analisis soal berupa validitas dan reliabilitas tes yang berguna sebagai pedoman bagi pendidikan dalam melakukan analisis soal terutama untuk soal objektif.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana realibilitas tes?
2.      Bagaimana validitas tes?

C.    Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Untuk mengetahui reliabilitas tes.
2.      Untuk mengetahui validitas tes.

D.    Batasan Masalah
Dalam makalah ini hanya membahas tentang validitas tes dan reliabilitas tes dalam evaluasi pembelajaran.

A.    Realibilitas tes
Realibilitas berarti dapat dipercaya. Realibilitas berarti dapat dipercayanya sesuatu. Tes yang reliable berarti bahwa tes itu dapat dipercaya. Suatu tes dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau tetap. Tidak menunjukkan perubahan-perubahan yang berarti.
Unreliability suatu tes dapat disebabkan oleh dua macam faktor yaitu:
1.      Situasi pada waktu testing berlagsung
Hal ini mencakup keadaan jasmaniah dan rohaniah dari anak. Misalnya:
Anak tidak dalam kondisi tubuh yang baik atau kurang sehat
Menghadapi tes dengan perasaan takut
Mengerjakan tes dengan gugup, atau terburu-buru
Tidak mengerjakan tes dengan sepenuh hati
Dan lain sebagainya.
2.      Keadaan tes itu sendiri
Hal ini berhubungan dengan kualitas dari soal-soal tes tersebut.
Mengenai kualitas dari tes-item ini misalnya:
Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ambigous, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang memungkinkan banyak tafsiran dan banyak jawaban.
Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak dapat dijawab, sebab kurang memberikan keterangan-keterangan yang lengkap.
Untuk mengatasi hal ini, pertama, seseorang yang akan menyusun tes harus benar-benar menguasai bahan yang akan diteskan dengan mendalam, dengan sempurna.
Kedua, seseorang yang menyusun tes harus menguasai teknik-teknik bagaimana cara membuat soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan.
Realibilitas berhubungan dengan kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi  jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
Jika validitas terkait dengan ketetapan obyek yang tidak lain adalah tidak menyimpangnya data dari kenyataan, artinya bahwa data tersebut benar, maka konsep reliabilitas terkait dengan pemotretan berkali-kali. Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Untuk dapat memperoleh gambaran yang ajeg memang sulit karena unsure kejiwaan manusia itu sendiri tidak ajeg. Misalnya kemampuan kecakapan, sikap, dan sebagainya berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Beberapa hal yang sedikit banyak mempengaruhi hasil tes banyak sekali. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 hal:
1.      Hal yang berhubungan dengan tes itu sendiri, yaitu panjang tes dan kualitas butir-butir soalnya. Semakin panjang tes, maka reliabilitas dan validitasnya semakin tinggi.
2.      Hal yang berhubungan dengan tercoba (testee)
Tes yang dicobakan kepada bukan kelompok terpilih, akan menunjukkan reliabilitas yang lebih besar daripada yang dicobakan pada kelompok tertentu yang diambil secara dipilih.
3.      Hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes
Faktor penyelenggaraan tes yang bersifat administratif, sangat menentukan hasil tes antara lain: petunjuk yang diberikan sebelum tes dimulai, pengawasan yang tertib dan suasana lingkungan dan tempat tes
Rebilitas adalah tingkatan atau derajat konsistensi dari suatu instrument. Suatu tes dapat dikatakan reliable jika selalu memberikan hasil yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda.
Gronlund (1985) mengemukakan ada empat faktor yang dapat mempengaruhi rebialitas yaitu:
1.      Panjang tes (length of test) berarti banyak soal test, semakin panjang suatu tes akan lebih tinggi tingkat reliabilitas suatu tes, karna semakin banyak soal maka akan semakin banyak sempel yang diukur sehingga factor tebakan akan semakin rendah.
2.      Sebaran skor (spread of scores) besarnya kesabaran skor akan membuat tingkat reabilitas akan lebih tinggi, karena koefisien reabilitas yang lebih besar diperoleh ketika peserta didik tetap pada posisi yang relative sama dalam satu kelompok pengujian dan pengujian berikutnya.
3.      Tingkat kesukaran (difficulty indeks) penilaian yang menggunakan pendekatan penilaian acuan norma, baik soal yang mudah maupun sukar, cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang rendah.
4.      Objektifitas (obyektivity) menunjukkan skor tes kemampuan yang sama antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Objektifitas prosedur tes yang tinggi akan memperoleh reliabilitas hasil tes yang dipengaruhi oleh prosedur penskoran.

B.     Validitas Tes
Validitas suatu tes erat kaitannya dengan tujuan pengguna tes tersebut. Namun, tidak ada validitas yang berlaku secara umum, artinya jika suatu tes dapat memberikan informasi yang sesuai dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, maka tes itu valid untuk tujuan tersebut.
Ada dua unsur penting dalam validitas. Pertama validitas menunjukkan suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang, dan ada pula yang rendah. Kedua, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang spesifik. Pendapat R.L Thorndike dan H.P Hagen (1977) bahwa “validitas is always in relation to a specific decision or use”  Sementara itu, Gronlund (1985) mengemukakan ada tiga faktor yang memenuhi validitas hasil tes, yaitu “ factor instrument evaluasi, faktor administrasi evaluasi dan penskoran, dan faktor dari jawaban peserta didik”.

a.       Faktor instrument evaluasi
Seorang evaluator harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi validitas instrumen dan  berkaitan dengan prosedur penyusunan instrumen, seperti silabus, kisi-kisi soal, petunjuk mengerjakan soal dan pengisian lembar jawaban, kunci jawaban, penggunaan kalimat efektif, bentuk alternative jawaban, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan sebagainya.
b.      Factor administrasi evaluasi dan penskoran
Banyak penyimpangan atau kekeliruan seperti lokasi waktu untuk pengerjakan soal yang tidak proposional, memberikan bantuan kepada peserta didik dengan berbagai cara, peserta didik dengan berbagai cara, peserta didik saling menyontek ketika ujian, kesalahan penskoran,  termasuk kondisi fisik dan pesikis peserta didik yang kurang menguntungkan.
c.       Faktor jawaban dari peserta didik
Dalam praktiknya, factor jawaban peserta justru lebih terpengaruh dari pada dua factor sebelumnya, factor ini meliputi kecenderungan peserta didik untuk menjawab secara cepat, tetapi tidak tepat, keinginan melakukan coba-coba, dan penggunaan gaya bahas atertentu dalam menjawab soal bentuk uraian.
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1986). Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Validitas tes biasa juga disebut sebagai kesahihan suatu tes adalah mengacu pada kemampuan suatu tes untuk mengukur karakteristik atau dimensi yang dimaksudkan untuk diukur. Sedangkan reliabilitas atau biasa juga disebut sebagai kehandalan suatu tes mengacu pada derajat suatu tes yang mampu mengukur berbagai atribut secara konsisten (Brennan, 2006).
Dalam literature modern tentang evaluasi banyak dikemukakan tentang jenis-jenis validitas antara lain.
1.      Validitas Permukaan (face valid)
Validitas ini menggunakan kreteria yang sangat sederhana, karna hanya melihat dari sisi muka atau tamoang dari instrumen itu sendiri. Artinya, jika suatu tes secara sepintas telah dianggap baik untuk mengungkap fenomena yang akan diukur, maka tes tersebut sudah dapat dikatakan memenuhi syarat validitas permukaan, sehingga tidak perlu lagi adanya judgenmen yang mendalam.
2.      Validitas Isi
Digunakan dalam penilaian hasil belajar tujuan utamanya adalah untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan,dan perubahan-perubahan psikologis yang timbulpada diri peserta didik setelah mengalami proses pembelajaran tertentu.
Validitas isi ini juga sering disebut dengan validitas kulikuler dan validitas perumusan, karna sering terjadi materi tes tidak mencakup keseluruhan aspek yang akan diukur, baik aspek kognitif,baik aspek efektif, maupun psikomotorik,tetapi hanya pengetahuan yang bersifat fakta-fakta pelajaran tertentu.
3.      Validitas Empiris
Validitas ini menggunakan teknik statistik, disebabkan mencari skor tesdengan suatu kriteria yang merupakan suatu tolak ukur diluar tes yang bersangkutan,ada 3 macam validitas empiris yaitu:
a.       Validitas prediktif (predictif validity)
b.      Validitas kongkuren (concurrent validity)
c.       Validitas sejenis (congruent validity)
4.      Validitas Konstruk
Konsep yang dapat diobservasi dan dapat diukur. Valditas konstruk juga dapat disebut dengan validitas logis (logical validity), berkenaan denganpertanyaan hingga mana suatu tes benar-benar dapat mengobservasi dan mengukur fungsi psikologis yang merupakan deskripsi perilaku peserta didik yang akan diukur oleh tes.
5.      Validitas Faktor
Penilaian hasil belajar yang diukur oleh faktor, factor ini dapat diketahui dengan menghitung homogenitas skor seriap hari factor dengan total skor, dan dari faktor skor  yang satu dengan yang lain.
·         Validitas tes acuan patokan
Tujuan utama TAP untuk mengukur hasil belajar pada satu tujuan pembelajaran atau lebih, sehingga validitas isi akan menjadi perhatian utama di dalam menentukan reliabilitasnya.
Ø  Validitas Isi
Validitas isi pada TAP berkaitan dengan derajat kemampuan tes mengukur pencapaian tujuan pembelajaran. Seperti halnya dengan TAN, pada TAP juga berkaitan dengan validitas butir soal dan validitas sampel tujuan pembelajaran. Validitas isi juga disebur sebagai validitas deskriptif.
Ø  Validitas Peramalan
Validitas peramalan pada TAP mempertanyakan kemampuan tes meramalkan kinerja siswa di masa depan. Validitas ini juga disebut sebagai validitas fungsional. Dengan demikian salah satu fungsi tes adalah untuk membuat peramalan di masa depan. Apabila tes itu baik, maka dapat dikatakan bahwa tes tersebut memiliki validitas fungsional.

A.    Kesimpulan
1.      Reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti. Reliabilitas atau biasa juga disebut sebagai kehandalan suatu tes mengacu pada derajat suatu tes yang mampu mengukur berbagai atribut secara konsisten
2.      Validitas tes biasa juga disebut sebagai kesahihan suatu tes adalah mengacu pada kemampuan suatu tes untuk mengukur karakteristik atau dimensi yang dimaksudkan untuk diukur.

B.     Saran
1.      Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya, dan semoga makalah ini dapat memberikan beberapa informasi yang bermanfaat bagi Anda semua.
2.      Bagi pembaca hendaknya bisa memahami dan menghayati tentang latihan analisis butir (validitas tes dan reliabilitas tes).



DAFTAR RUJUKAN

Sulistyorini, Evaluasi pendidikan: dalam meningkatkan mutu pendidikan, Yogyakarta : Teras, 2009, Hal 161-162

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajarn, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009, Hal : 258

Senin, 07 Desember 2015

HAKIKAT BERBICARA

A.    Hakikat Berbicara
Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Menunjukkan dengan jelas bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan apa yang akan disampaikan baik itu perasaan, ide atau gagasan. Dalam rangka menyampaikan atau menyatakan maksud serta perasaan disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak agar apa yang disampaikan dapat difahami oleh penyimak.Dalam berbicara memiliki ketepatan berbicara antara lain yaitu :
a.    Ketepatan pengucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perahatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak selalu sama. Setiap orang mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, dan menyimpang, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.Setiap penutur tentu sangat dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Misal­nya, pengucapan kanuntuk akhiran -kan yang kurang tepat, memasukkan. Memang kita belum memiliki lafal baku, namun sebaiknya ucapan kita jangan terlalu diwarnai oleh bahasa daerah, sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar. Demikian juga halnya dengan pengucapan tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang mengucapkan kata-kata yang tidak jelas suku katanya. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar, mengganggu komunikasi, atau pemakainya dianggap aneh (Maidar dan Mukti, 1991).b.     Ketepatan intonasiKesesuaian intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan intonasi yang sesuai dengan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan menim­bulkan kejemuan dan keefektifan berbicara berkurang
Demikian juga halnya dalam pemberian intonasi pada kata atau suku kata. Tekanan suara yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua dari belakang, kemudian ditempatkan pada suku kata pertama. Misalnya kata peyanggahpemberani,kesempatan, diberi tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu kedengarannya janggal. c.    Pilihan kata (diksi)
Pilihan kata (diksi) hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun menghambat kelancaran komu­nikasi. Pilihan kata itu tentu harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara (pendengar).d.    Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan seba­gainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicarannya
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi  atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanana, dan penempatan. Jika komunikasi berlangsung tatap muka, ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.
Sebagai batasan dari batasan ini  dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Dengan demikian, ada dua hal penting dalam proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi: pendengaran, penglihatan, dan rasa raba yang berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik, yaitu: mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, dan laring yang bertanggung  jawab untuk pengeluaran suara.  Jadi, untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris.Adapun pengertian berbicara secara lebih luas lagi yaitu suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan fakto-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik. Dari pengertian diatas,  jelas sekali bahwa dalam berbicara seseorang memanfaatkan empat faktor, yaitu;1.      Faktor  fisik, yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. dengan demikian, faktor fisik yang digunakan untuk berbicara yaitu mulut.2.      Faktor psikologis, yaitu memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara.3.      Faktor neuroogis, yaitu jaringan syaraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lainnya yang ikut dalam aktifitas berbicara.4.       Faktor semantik, yaitu yang berhubungan dengan makna.5.       Faktor linguistik yaitu yang berkaitan dengan struktur bahasa yang selalu berperan dalam kegiatan berbicara.
Oleh karena itulah berbicara merupakan suatu alat yang sangat penting bagi kontrol sosial, karena berbicar tidak hanya sekedar pengucapan bunyi atau kata-kata. Melainkan suatu alat untuk mengomunkasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.B.     Fungsi Berbicara
Secara praktis pragmatis keterampilan berbicara memiliki empat fungsi utama dalam kognitif, aspek afektif, aspek keterampilan berbicara, dan aspek keterampilan mengelola pembelajaran berbicara. Konsekuensinya dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara siswa dibina dan diarahkan agar memahami dan mendalami teori, konsep, dan generalisasi berbicara serta metodologi pengajaran berbicara. Logisnya, pengetahuan siswa perihal teori, konsep, dan generalisasi berbicara serta metodologi pengajaran berbicara meningkat sejalan dengan tahap pembelajarannya. Pengalaman berbicara dan pengalaman mengajarkan keterampilan berbicara merupakan fungsi aspek kognitif.Di sisi lain kemampuan keterampilan berbicara juga berpengaruh terhadap sikap siswa. Mungkin saja selama ini sikap mereka terhadap keterampilan berbicara belum bersifat positif, namun melalui kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara sikap itu diubah menjadi sikap positif. Siswa menjadi lebih memahami, menghayati, menyenangi, dan mencintai keterampilan berbicara, serta lebih gemar melaksanakan kegiatan dan pengajaran berbicara.
Fungsi umumm berbicara adalah sebagai alat komunikasi sosial. Berbicara erat kaitannya dengan kehidupan manusia, dan setiap manusia menjadi anggota masyarakat. Aktivitas sebagai anggota masyarakat sangat tergantung pada penggunaan tutur kata masyarakat setempat. Gagasan, ide, pemikiran, harapan dan keinginan disampaikan dengan berbicara. Aksi manusia dalam kelompok masyarakat tergantung pada tutur kata yang digunakan, karena keselamatan orang itu ada pada pembicaraannya. Adapun menurut Halliday dan Brown fungsi berbicara dapat dikelompokan menjadi tujuh, yaitu:  1.      Fungsi instrumental, yaitu bertindak untuk menggerakan serta memanipulasikan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Dengan fungsi ini, bahasa yang diucapkan menimbulkan suatu kondisi khusus. Sebagai contoh fungsi ini adalah, ketika seorang atasan memberikan nasiha-nasihat, perintah-perintah, serta larangan-larangan kepada bawahannya.2.      Fungsi regulasi atau pengaturan, yaitu pengawasan kepada peristiwa-peristiwa. melalui ini, berbicara difungsikan untuk persetujuan, celaan, pengawasan kelakuan. Sebagai contoh, adalah keputusan seorang pengusaha yang memecat karyawannya, karena sering terlambat datang.3.      Fungsi representasional merupakan penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta dan pengetahuan, menjelaskan, melaporkan, dan menggambarkan. Sebagai contoh, seorang Penyiar yang menyampaikan berita gunung meletus. Seorang Guru yang mendeskripsikan tentang suatu benda kepada murid-muridnya.4.      Fungsi intraksional merupakan penggunaan bahasa untuk menjamin pemeliharaan sosial. Fungsi ini untuk menjaga agar saluran-saluran komunikasi tetap terbuka. Sebagai contoh, seorang Guru yang memberikan permainan, agar Siswanya tidak merasa bosan dengan pelajaran yang disampaikan.5.      Fungsi personal merupakan penggunaan bahasa untuk menyatakan  perasaan, emosi, kepribadian, dan reaksi-reaksi yang terkandung dalam benaknya. Sebagai contoh, Orang tua yang memarhi Anaknya karena tidak melaksanakan pekerjaan Rumah dengan baik.6.      Fungsi heuristik merupakan penggunaan bahasa untuk mendapatkan pengetahuan, mempelajari lingkungan. Fungsi ini sering disampaikan dalam pertanyaan-pertanyaan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang bertanya kepada dosennya tenteang hal yang belum dipahami ketika dosen sedang menerangkan.7.      Fungsi nimajinatif merupakan penggunaan bahasa untuk menciptakan sistem-sistem atu gagasan-gagasan imajiner. Sebagai contoh, seorang Ibu yang mendongeng kepada Anaknya, tentang cerita Sangkuriang atau  Malinkundang. C.    Tujuan BerbicaraTujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, supaya si pendengar dapat memahami segala sesuatu yang ingin  disampaikan oleh si pembicara. Menurt Ochs and Winker (dalam Tarigan, 2008:17), pada dasarnya, berbicara mencakup tiga tujuan umum, yaitu: memberitahukan dan melaporkan (to inform);  menjamu dan menghibur (to entertaint); membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itupun mungkin saja terjadi, misalnya suatu pembicaraan mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan. Adapun pengertian lebih rinci dari tujuan yang telah disebutkan di atas yaitu: 1.       Memberitahukan dan melaporkan ( to inform)Bebicara dengan tujuan ini, biasanya bersuasana serius, tertib, dan hening. Soalnya, pesan yang dibicarakan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar. Dalam hal ini, pembicara harus berusaha  berbicara dengan jelas, sistematis, dan tepat mengenai isi pembicaraan yang akan disampaikan, agar apa yang akan di sampaikan  terjaga keakurtannya. Pendengarpun biasanya berusaha menangkap isi dari informasi yang di sampaikan dengan penuh kesungguhan. Contoh nya yaitu: penjelasan seorang Polisi mengenai konflik yang sedang terjadi ke khalayak umum, penjelasan seorang Presiden mengenai kenaikan BBM.2.       Menjamu dan Menghibur (to entertaint)
Berbicara dengan tujuan menghibur biasanya bersuasana santai,  rileks, dan kocak. Soal pesan yang di sampaikan bukanlah tujuan utama. Contoh berbicara menghibur : Lawaka., Srimulat Cerita Kabayan, dan Cerita Abu nawas.
3.      Membujuk, Mengajak,dan  Mendesak, (to persuade)Berbicara dengan tujuan ini, biasanya bersuasana serius, kadang-kadang terasa kaku, karena pembicara mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pendengarnya. Si pembicara biasanya memberikan masukan atau motivasi kepada pendengar dengan dilandasi kasih sayang, kebutuhan, harapan, serta memberikan inspirasi agar pendengar mampu melakukan segala apa yang disampaikan pembicara. Contohnya yaitu: Nasehat seorang Pemimmpin perusahaan kepada Karyawan-karyawannya, agar mereka mampu meningkatkan pendapatan Perusahaan lebih tinggi. Serta nasehat seorang Guru kepada Siswanya yang malas mengerjakan tugas.4.      Meyakinkan
Berbicara meyakinkan bertujuan meyakinkan pendengarnya. Pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dan sebagainya. Dalam pembicaraan itu, pembicara harus melandaskan pembicaraannya kepada argumentasi yang nalar, logis, masuk akal, dan dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi. Contohnya: pidato seorang caleg kepada masyarakat tertentu, agar masyarakat dapat memilihnya sebagai anggota legislatif.

Didalam tujun ada pula strategi dalam berbicara, strategi komunikasi atau communication strategies. Ada beberapa hal dalam strategi komunikasi yaitu : 

Ø  Menggunakan kata-kata yang banyak / tidak langsung
Ø  Pembentukan kata baru (pilihan kata yang baru)
Ø  Mengubah kata-kata  baru agar lebih dikenal (penyerapan kata asing) contoh : karpet.
Ø  Menggunakan kata yang saling berhubungan atau kata-kata alternative (menyederhanakan kata-kata yang masih khusus) contoh : meja kerja
Ø  Menggunakan kata-kata yang umum yang sudah dikenal.
Ø   Menggunakan gerak tubuh atau mimic untuk meyakinkan maksud yang kita inginkan.
 Terdapat beberapa aktivitas yang mempermudahkan seseorang untuk belajar keterampilan berbicara, seperti mengubah topic, merespon, atau  menolak, beberapa hal yang perlu diyakini :
1.      Attention (memperhatikan)
2.      Noticing (mengenali)
3.      Understanding (memahami)
Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus respon, yakni memberi dan menerima informasi, rancangan program pengajaran untuk mengembangkan ketrampilan berbicara yaitu :Ø  Aktivitas mengembangkan keterampilan bicara secara umum dan khusus untuk membentuk model diksi dalam ucapan dan mengurangi penggunakan bahasa nonstandard,
Ø  Aktivitas mengatasi masalah yang meminta perhatian khusus.