Minggu, 04 Juni 2017

CERPEN JEPANG




AI JIRUSHI
(Tanda Cinta)

Kelopak bunga sakura di awal musim semi mulai bermekaran di kota Kyoto. Hembusan angin membuat kelopak sakura mulai terjatuh dan berterbangan. Ku hentikan langkah kecilku di bawah lebatnya pohon sakura.
Sebuah kelopak sakura jatuh di telapak tanganku. Ku genggam erat kelopak itu dan ku pejamkan mataku sejenak sembari berharap semoga ini menjadi awal yang baik dalam kehidupanku, awal kehidupan yang menyenangkan di bangku SMA. Samar-samar ku dengar seseorang yang ku kenal memanggilku.
“Ohayo, Michiko-chan…”
Ku buka mataku, ku tolehkan wajahku ke arah seseorang yang memanggilku sambil membAyanon senyum terbaikku.
“Ohayo, Ayano-chan”.
Ya, dia adalah Ayano Ishikawa, satu-satunya teman yang ku punya. Sulit bagiku untuk mendapatkan seorang teman. Aku sendiri adalah Michiko Takahashi.
“Ayano-chan, bagaimana menurutmu?” sambil mencoba menunjukkan senyum terbaikku kepadanya.
“Mungkin kau takkan berhasil Mi-chan. Jangan memaksakan diri. Memang benar kalau mendapatkan teman pada kehidupan SMA ini sangatlah penting. Tapi tak perlu memaksakan diri” jawab Ayano-chan.
“Itu tidak benar. Jika dalam tiga tahun kedepan aku tidak memiliki teman sama sekali hidupku pasti akan sengsara seperti di neraka!”
“Hah? Hidup seperti di neraka?”
“Aku tak mau hidup sendirian di SMA”
Huuuh (mendesah). Daripada kau berlatih tersenyum, lebih baik kau berlatih bicara untuk mendapatkan teman. Suatu saat kau pasti bisa mendapatkan teman dengan caramu sendiri. Ganbatte”
“Hai. Ayo kita berangkat sekarang. Hari ini kan hari pertama kita dan ada upacara penyambutan bagi murid baru di sekolah. Kita tak boleh sampai terlambat.”
“Hai”.
Kamipun berjalan menuju sekolah kami, SMA Ouran, SMA terbaik yang ada di Kyoto.  
****
Ditengah perjalanan menuju sekolah, aku melihat seorang anak laki-laki seusiaku dan memakai seragam yang sama denganku sedang bermain bola di bawah rimbunnya bunga sakura. Tinggi dan tampan, itulah yang aku pikirkan. Apakah aku bisa memiliki kekasih seperti dia, apakah aku bisa berteman dengan orang seperti dia. Ditengah-tengah lamunanku, tiba-tiba sebuah bola melayang mengenai kepalaku dan membuatku terjatuh.
“Michiko-chan, kau baik-baik saja?”
“Ah….aku tak apa (sambil menahan rasa sakit). Siapa sih yang menendang bola seenaknya seperti itu.”
“Gomenne, tadi tanganku tergelincir” kata anak laki-laki sambil menundukkan kepalanya untuk meminta maaf kepadaku.
“Hei, seharusnya kau lebih berhati-hati lagi. Itu kan membahayakan orang lain”, ucap Ayano dengan nada agak membentak.
“Sudahlah, Ayano-chan. Aku tidak apa-apa kok. Ini tidak sakit. Ini kukembalikan bolamu.” sambil tersenyum dan mengembalikan bolanya, walau sebenarnya kepalaku terasa pusing dan sakit.
Kemudian laki-laki itu berlalu dan pergi meninggalkan ku dan Ayano. Kami pun melanjutkan perjalanan ke sekolah sambil berlari karena kami berdua sudah hamper terlambat.
****
Setibanya di sekolah, kuganti sepatu sekolahku dengan sepatu uwabaki yang telah disiapkan untuk masing-masing siswa. Ya. Itu adalah suatu peraturan di sekolah kami. Kami harus memakai uwabaki saat mengikuti pembelajaran di kelas.
Aku pun memasuki kelasku dengan harapan akan mendapatkan teman. Ternyata semua siswa sudah memilki kenalan dan membuat kelompok, namun hanya aku sendiri yang tidak memiliki teman. Ayano-chan sudah memiliki teman baru. Ia begitu mudah mendapatkan teman baru.
***
2 Minggu Kemudian
Sekarang aku sudah memiliki teman baru juga, yaitu Takako Chino dan Chiriko Tsurumi. Mereka berdua adalah teman baruku di SMA ini, meskipun untuk mendapatkannya aku membuat sedikit kebohongan kepada mereka berdua, karena yang mereka bicarakan hanya tentang kekasih dan kehidupan mewah mereka saja, jadi aku membuat kebohongan bahwa aku juga sudah memiliki kekasih. Padahal pada kenyataannya aku tidak memilikinya dan aku meminta Ayano untuk berpura-pura menjadi kekasihku.
Tapi kebohongan yang ku buat sepertinya tidak akan bertahan lama.
Saat sedang di toilet, tak sengaja aku mendengar percakapan antara Takako dan Chiriko yang mengatakan bahwa mereka tidak percaya kepadaku bahwa aku mempunyai kekasih dan ditambah lagi mereka belum pernah melihat fotoku dengan kekasihku.
****
Dalam perjalanan pulang, aku terus berpikir, bagaimana caranya aku bisa mendapatkan kekasih atau paling tidak mendapatkan foto seorang laki-laki.
Tidak sengaja aku melihat melihat pria tampan yang tidak lain adalah orang yang pernah kulihat sedang bermain bola di bawah pohon sakura beberapa bulan lalu, yakni Kyoya Sata. Aku pun mengikutinya, dan berdiri didepannya, dan dengan cepat ku mengambil fotonya.
“Ah, pas sekali, dia menoleh kesini”, kataku sambil tersenyum.
Kyoya pun tampak terkejut dan tersadar bahwa aku sedang mengambil fotonya. Aku pun mencoba mengalihkan perhatiaanya. Kemudian aku berlari sekuat tenaga.
****
Di dalam kamar.
“Uh, apa yang aku lakukan? Bodoh sekali aku ini. Tapi dengan ini aku kebohonganku tak akan terbongkar.” Sambil memandangi foto laki-laki itu.
****
 Keesokan harinya di sekolah, aku pun menunjukkan foto tersebut kepada Chiriko dan Takako, dan aku pun mengatakan kepada mereka berdua bahwa pria di foto itu adalah kekasihku.
“Woow, aku tidak menyangka bahwa dia adalah kekasihmu Mi-chan. Tapi sepertinya aku pernah melihat orang ini dimana ya?”, kata Chiriko sambil terus memandangi foto itu.
“Oh iya, dia kan Kyoya-senpai dari kelas 2-1, yang model itu lho. Bagaimana kamu bisa menjadi kekasihnya Mi-chan?” kata Takako yang penasaran.
“Ah? gawat bagaimana ini. Aku tak boleh ketahuan oleh mereka berdua bahwa aku telah berbohong. Bisa-bisa aku akan dikeluarkan dari grup mereka. Bagaimana ini.” Kataku dalam hati.
Tak lama kemudian Kyoya-san lewat di depan kelasku. Dan membuat Chiriko dan Takako semakin penasaran dengan hubungan mereka. Chiriko dan Takako pun segera mendekati Kyoya-san. Tetapi sebelum mereka berdua mendekati Kyoya, aku sudah lebih dulu menghampirinya dan menarik tangannya untuk keluar dari kelas.
****
Di taman sekolah, aku duduk bersama Kyoya senpai. Ia tampak heran kenapa aku menariknya keluar dari kelas.
“Gawat, bagaimana ini. Ternyata dia juga murid di sekolah ini.” Pikirku dalam hati. Tak sengaja terlitas ide di pikiranku dan langsung terucap tanpa kusadari.
“A..anu…senpai. apakah kau mau pura-pura berpacaran denganku senpai?”
“Oh? tapi bukankah kau, orang yang mengambil fotoku kemarin. Tapi baiklah. Tak masalah berakting berpacaran denganmu. Ayo kita pura-pura berpacaran” jawab Kyoya-senpai sambil tersenyum.
“Baik sekali dia. Tak hanya penampilannya saja yang sempurna, dia seperti pangeran…” pikirku dalam hati.
Tetapi sesaat kemudian ekspresi wajahnya mulai berubah. Dan ia berkata kepadaku bahwa ia menginginkan imbalan sebagai gantinya dan aku harus menjadi pelayannya.
“tetapi sebagai imbalan kau harus menjadi pelayanku, kau setiap hari haris membuatkanku bento, dan membantu ku untuk hal-hal yang lain, seperti membersihkan rumahku, mencuci bajuku, dan yang lainnya.”
“Aku tak mau melakukannya”
“Oh? Kau boleh saja menolaknya, kau boleh tidak. Tapi aku minta maaf jika aku membeberkan rahasia ini. Nona Serigala”
Mau tak mau aku pun harus melakukan apa yang kyoya minta.
“Sepertinya tidak buruk untuk menghabiskan waktuku denganmu”, katanya sambil tersenyum.
*****
Di kamar
“Ah, mengerikan sekali dia. Senyumannya menakutkan. Tapi tak apalah asalkan kebohongan yang kulakukan tak terbongkar. Sekarang jalani saja dan turuti apa yang dia minta.” Kataku sambil mencoret-coret buku di atas kasur.
“Baiklah Mi-chan lakukan saja dan rsemangatlah” kataku untuk menghibur diri sendiri.
*****
1 bulan berlalu. Hari ini hujan turun dengan lebatnya.
Kyoya-kun dan aku juga lupa tidak membawa payung. Kami berdua pun berjalan pulang dalam keadaan basah kuyup.
****
Keesokan harinya.
Seperti biasa aku menghampiri Kyoya untuk pergi ke sekolah. Saat hendak membuka pintu rumahnya tak sengaja tanganku menyentuh dahinya. Panas, itulah yang kurasakan.
“Kyoya-kun, apa kau baik-baik saja? Kau demam? Ayo masuk aku akan merawatmu!”, kataku sedikit khawatir.
“Ah? Hai apa yang kau lakukan?”
“Kau tak boleh kemana-mana? Aku akan ukur suhu tubuhmu dan membelikanmmu beberapa obat? Tunggu disini dan istirahatlah!”.
Ku ukur suhu tubuhnya ternyata suhu tubuhnya sekarang 37,3° Celsius. Aku pun segera berlari menuju apotek untuk membelikannya obat dan membuatkannya bubur.
Sesaat kemudian.
“Kyoya-kun bangunlah? Ayo makan buburmu dan minum obatmu ini?”, sambil menempelkan plester penurun panas.
“Apa kau punya niat lain? Kenapa kau melakukan semua ini?”, kata Kyoya-kun penuh dengan rasa penasaran.
“Tidak, aku tidak punya niat lain. Aku hanya ingin membantumu. Aku yak punya niat lain. Baiklah aku akan akan pergi ke sekolah dulu. Jangan lupa makan buburmu itu dan minumlah obatmu. Sepulang sekolah aku akan memeriksa kamu lagi Senpai . Semoga cepat sembuh.” Kataku sambil mengambil tas sekolahku dan berjalan keluar dari rumah Kyoya-kun.
Aku pun segera berlari menuju ke sekolah, agar tidak terlambat.
****
Setiap hari aku membuatkan bekal, mencucikan baju, membersihkan rumah kyoya-kun, juga merawatnya ketika sakit. Semua itu kulakukan agar rahasiaku tak terbongkar. Dan itu berhasil tak ada seorang pun temanku yang tahu kalau aku sebenarnya tidak berpacaran dengan kyoya-kun, kecuali Ayano-chan, karena aku selalu bercerita kepadanya tentang semua yang kualami, karena kami berdua sudah berteman sejak kecil. Aku sangat bersyukur sekali dengan hal itu. Tetapi aku juga ada benih-benih cinta yang timbul di dalam hatiku. Aku jatuh cinta pada Kyoya. Aku menyukai Kyoya-kun. Aku ingin benar-benar memiliki hubungan dengannya. Tapi apakah dia menyukaiku. Itulah yang tak kuketahui. Aku pun hanya menyimpan rasa itu.
*****
2 bulan kemudian di sekolah
Aku tak menyangka bahwa Kyoya-kun memiliki banyak fans.
Saat hendak menghampiri Kyoya-kun ke kelasnya aku bertemu para fans dari Kyoya dan menghentikan langkahku.
Tanpa basa-basi lagi mereka langsung bertanya kepdaku apakah benar bila aku menjalin hubungan dengan Kyoya-kun. Aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya jika aku hanya pelayannya, dan ku kukatakan bahwa aku memang menjalin hubungan dengan Kyoya-kun.
Ekspresi wajah mereka pun berubah setelah apa yang kukatakan dan menjadi marah, mereka merasa tak terima atas apa yang aku katakan. Dan berniat untuk memukulku.
Sesaat kemudian Kyoya-kun datang menghampiriku dan menghalangi para fans nya agar tidak memukulku, kemudian menarik tanganku pergi dari kerumunan para fansnya. Aku sangat terkejut melihatnya dan hanya mengikuti langkahnya saja, sambil menundukkan kepalaku. tiba-tiba aku merasakan dadaku berdegub dengan kencang, aku merasakan ada cinta yang datang kepadaku.
“apakah aku jatuh cinta pada Kyoya-senpai. Ah? Tak mungkin? Tak mungkin aku jatuh cinta kepadanya. Dia hanya menolongku karena aku sudah melakukan apa yang dia minta. Jangan memikirkan hal yang aneh dong Mi-chan”, ucapku kepada diriku sendiri.
Tak ku sangka kami sudah berjalan sampai di jalanan kota Kyoto. Saat tengah berjalan aku melihat beberapa pasangan muda-mudi tengah berjalan berdua kelihatan serasi. Aku pun bertanya dalam hati, pakah aku bisa seperti itu dengan Kyoya, menjalin hubungan yang sebenarnya bukan lagi pura-pura. Aku mulai menyukainya, tapi apakah dia menyukaiku. Mungkin aku hanya pengganggu baginya.
Sesaat kemudian kurasakan perutku terasa aneh, sakit. Tanganku memegang perutku erat-erat sambil mengikuti langkah Kyoya agar tidak tertinggal. Tapi aku merasa tak kuat lagi. Aku pun terduduk di tengah jalan. Kyoya-kun pun menoleh ke arahku. Ia tampak terlihat khawatir kepadaku.
“hei, ada apa? Mi-chan, kau kenapa? Apa kau tak apa-apa? Apa kau sakit?” tanya Kyoya dengan raut wajah penuh kekhawatiran saat menghampiriku.
“Pe…Perut. aku hanya sakit perut, ini karena aku sedang datang bulan. Tak apa ini sudah biasa. Biarkan aku duduk sebentar.” Kataku sambil terus memegangi perutku.
“ayo kita pergi ke kafe itu dulu dan ku belikan obat untukmu. Cepat berdirilah!”, katanya sambil mengulurkan kedua tangannya kepadaku.
Aku pun menurutinya dan berjalan ke kafe yang ditunjukkan Kyoya.
*****
Di Kafe Sakura
Kyoya pun berlari menuju apotek.
Sesaat kemudian.
“Minumlah obatnya dan istirahatlah sampai kau merasa baikan?”
“Kau repot-repot pergi ke apotek untuk membelikaknku obat ini?”, kataku terkejut.
“Berterimakasihlah karena aku sudah menjadi pelayanmu.”
“Arigatou, berapa harganya?”
“tak usah. Itu sebagai ganti karena kau sudah menjagaku waktu aku sakit dulu. Jadi tak perlu diganti. Cepat minumlah!”
Tiba-tiba aku bertanya tentang sesuatu hal yang selama ini mengganjal dihatiku.
“A..Anu, bagi Kyoya-kun aku ini apa? Apakah aku hanya mainan yang menghabiskan waktumu dan hanya sebagai pelayanmu? Apa hanya sebatas itu? Apa tidak ada sedikit perasaan special?”, kataku dengan penasaran.
“entahlah…”
“tolong… kasih tahu aku?”
“aku menyukaimu Michiko. Apa kau tidak menyadarinya? Jika aku tak menyukaimu pasti aku tidak menghabiskan banyak waktu bersamamu. Jadi seperti itulah. Dari dulu aku sudah menyukaimu.”
“itu bohong kan? Kau bohong kan? Benarkah?” kataku yang semakin penasaran.
“jadi apakah kau mau kencan denganku?” kataku kemudian.
Sesaat kemudian ekspresi wajah kyoya pun berubah.
“hei, kau mau aku berakting seperti ini sampai kapan?”
“huh?”
“kau ini memang berpikiran sempit. Mudah sekali percaya pada orang lain. Tadi itu hanya bercanda saja, jadi kau menganggap yang barusan itu serius?”
Aku pun tak bisa menahan rasa marahku. Kenapa ia mempermainkaku seperti itu. Aku pun langsung mengambil gelas yang ada di depanku dan menunpahkan isinya  ke wajah Kyoya-kun. Ia tampak sangat terkejut.
“kau jahat! Aku harap tak akan pernah melihatmu lagi!” kataku sambil menangis.
Aku pun berlari meinggalkannya sambil menangis.
“aku memang Bodoh.”
****
Di Rumah.
“Kau memang jahat Kyoya. Aku membencimu! Aku mengerti sekarang, dia taidak peduli kepadaku, ternyata semua itu hanya pura-pura saja. Cukup sudah, aku sudah lelah, aku lelah”. “Kenapa aku sebodoh itu? Kenapa aku selalu percaya padanya? Kenapa aku juga harus jatuh cinta kepada Kyoya-senpai?”. “Aku ini kenapa”
Aku menangis sejadi-jadinya dank arena kelelahan aku pen tertidur.
****
Malam harinya di rumah.
“Mi-chan kau tidak mau makan? Ayo makan malam bersama?” panggil Haha (Ibu)
“aku tak mau makan Haha. Aku mau tidur saja”
“pacarmu datang lho Mi-chan. Ayo makan bersama.”
Aku sangat terkejut mendengar hal itu. Kenapa ibu berkata kalau pacarku dating. Aku pen segera membuka pintu kamarku. Tanpa kuduga ternyata Kyoya-kun sudah berdiri di depan kamarku.
Ia pun langsung memelukku. Aku sangat terkejut dengan sikapnya.
“Gomenne Mi-chan, sebenarnya aku tak mau menyakitimu seperti yang ku tadi siang. Sebenarnya aku hanya ingin mengujimu, apakah kau benar-benar tulus mencintaiku atau kau hanya memanfaatkan ketampananku seperti gadis-gadis yang lain demi ketenaran mereka saja. Dan ternyata kau berbeda dengan mereka, keu tulus, itu terlihat saat kau merawatku saat sakit. Sebenarnya aku juga menyukaimu. Aishiteru Michiko-chan”
Aku pun langsung mendorongnya. Aku langsung menangis.
“Kenapa kau berbohong lagi kepadaku? Kenapa?”, kataku sambil setengah berteriak.
“Aku tidak bohong. Aku memang menyukaimu.” Kemudian tangan Kyoya pun terulur ke leherku. Aku pun memejamkan kedua mataku. Sesaat kemudian ku buka mataku.
“Lihatlah di lehermu! Itu adalah tanda bahwa kau adalah milikku dan tanda bahwa aku menyukaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?”
“Ya, aku bersedia menjadi kekasihmu?”
Aku sangat terkejut dan menangis dalam artian bahagia. Cinta yang selama ini kurasakan akhirnya terbalaskan. Aku pun mengabadikan moment itu dengan berfoto berdua.
Semenjak saat itu kami berdua menjalin hubungan yang sebenarnya bukan lagi hanya pura-pura. Akhir bahagia yang kuinginkan akhirnya dapat kuwujudkan mempunyai seorang kekasih dan teman yang setia.
#######Tamat########

CERPEN KISAH NYATA SAHABAT




TAK BERUJUNG

“Pagi Sayang”
“Hati-hati  ya kamu berangkat ke kampus”
“Semangat ya ngampusnya !!!”
Pesan via bbm itu hampir tiap hari menghiasi layar ponselku beberapa bulan lalu. Ya, dialah Dipta pengirim pesan itu. Laki-laki dengan postur tinggi dan berhidung mancung ini sedang dekat denganku. Perkenalan kami dimulai ketika dia meminta pin sekaligus nomorku ke temanku yang sekaligus teman sekelas Dipta. Kebetulan aku dengan Dipta kuliah di kampus yang sama dengan jurusan dan semester yang sama pula. Sebenarnya semenjak semester awal aku diam-diam sudah memperhatikannya namun hanya sebatas ingin mengenal dia sebagai teman saja tidak lebih karena dari cerita temanku dia anaknya lucu dan asik diajak berteman, apalagi dia seorang anak pemain futsal yang seakan menjadi idaman kebanyakan kaum perempuan.
Waktu itu di parkiran kampus. . .
“Del, Dipta minta pin sama nomor kamu tuh boleh gak?”, tanya temanku Ana sambil di belakangnya ada Dipta yang memberikan senyum malu kepadaku.
“Ah, apasih kamu ini An”, jawabku. (Dalam hati aku merasa antara kaget dan senang ternyata orang yang selama ini aku perhatikan ingin mengenalku lebih dekat).
“Cie, Dipta ini pengen kenal sama kamu loh tapi dia malu ngomong sama kamu haha”, gurau Ana.
“Loh maksudmu itu apa kok cie cie sih”, jawabku dengan nada kesal.
“Eh lihat tuh mukamu jadi merah lo Del kayak udang rebus haha”, ledek Ana.
“Sudah sudah aku mau pulang dulu lah disini cuma jadi bahan ledekan kamu”, ujarku sambil pergi meninggalkan Ana dan Dipta.
Malam itu juga dengan rutinitas sebagai mahasiswa yang sibuk dengan tugas kampus, aku masih mengerjakan tugas hingga larut malam karena ada tugas mendadak dari dosen. Tepat pukul 23.59 nada ponselku berdering kring...kring menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Kuambil ponselku dan kulihat tertera nomor baru yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Pikiranku entah kenapa langsung tertuju pada satu nama yaitu Dipta. “Apakah ini Dipta ya, hemm gak mungkin dia aja kalau bertemu denganku gak pernah menyapa apalagi melihatku”.
“Assalamualaikum”, isi pesan itu.
Karena penasaran dan berharap semoga yang sms itu Dipta segera aku balas pesan itu “Waalaikum salam”. Menit demi menit berlalu hingga jarum jam menunjukkan pukul 00.30 namun tidak ada balasan dari orang itu.
“Oh ya sudahlah mungkin ini orang salah sambung, bukan Dipta”, pikirku. Kupejamkan mataku dan tanpa kusadari aku tertidur. Suara nada pesan ponselku pagi itu membangunkan tidur nyenyakku semalam. Ku lihat layar ponselku dan ternyata itu adalah dari nomor yang semalam mengirim pesan. Kubuka pesannya dan dia mengenalkan namanya bahwa dia adalah Dipta. Duh disini aku antara kaget dan senang membacanya.
“Del, ini aku Dipta. maaf ya aku minta nomor kamu dari Ana hehe”.
“Oh Dipta ya, hem iya gakpapa kok”, balasku.
“Sebenarnya aku sudah lama ingin mengenalmu Del, tapi aku takut kalau kamu nanti tidak mau menerimaku sebagai temanku”, balas Dipta.
“Ya Allah Dipta, kamu kok bisa berpikiran seperti itu. Santai aja sama aku”, balasku. Ternyata orang yang aku perhatikan selama ini juga memperhatikanku sungguh bahagianya diriku.
Semenjak saat itu setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit aku selalu chatting dengannya. Dia selalu memberikan perhatian penuh kepadaku. Benar saja kata temanku, dia asik dan membuat hari-hariku menjadi lebih berwarna. Waktu berlalu begitu cepat, tak disangka kedekatan kita semakin terjalin erat. Panggilan yang semula nama panggilan kita masing-masing kini berubah menjadi kata “Sayang”. Ya, dia memanggilku dengan kata sayang begitupun juga denganku. Sampai akhirnya kedekatan antara dia dan aku ini menumbuhkan benih-benih cinta dalam diriku.
Kehadirannya membawa cerita lain dalam hidupku, dia memberikanku perhatian yang sangat luar biasa sehingga membuatku terbiasa akan sapaan manisnya, tawa canda yang dia buat dan perlakuan manis darinya. Tanpa sengaja aku pun menaruh harapan padanya, sosok pria yang telah mampu menyembuhkan rasa sakitku akan luka lama di masa lalu. Semenjak saat itu kita semakin dekat layaknya seorang yang melebihi sahabat bahkan di bilang pacaran namun tanpa ada status di antara kita. Dia pun juga menyatakan isi hatinya kepadaku namun dia tidak pernah meminta aku untuk menjadi kekasihnya. Hubungan ini terasa terkatung-katung tanpa ada tujuan dan kepastian yang jelas. Akupun enggan menanyakan kepada Dipta karena aku tidak berani. Biarlah berjalan seperti ini saja, hubungan tanpa sebuah kepastian.
Pagi itu seperti biasa dia chat aku.
 “Pagi Sayang?, ketemuan yuk !”, ajaknya.
Kata “ketemuan” itu baru kali ini diucapkan Dipta setelah kedekatan kita selama ini. Ya, semenjak ketemu di parkiran kampus waktu itu dan sampai sekarang, baru kali ini dia ngajak aku ketemuan. Emm, pikirku mungkin dia akan membicarakan mengenai kedekatan kita selama ini. Yah, kalau memang benar begitu dengan segera ku balas pesan darinya.
“Mau ketemuan di mana ?”, balasku.
“Di tempat makan sekitar alun-alun saja ya”.
“Iya deh ngikut aja aku, hehe”.
“Kamu aku jemput ya?”
“Haah?? Kamu jemput??”. Sontak aku kaget dengan perkataan Dipta itu karena baru kali pertamanya aku dijemput sama seorang lelaki yang kucintai saat ini.
“Hehe, iya deh”, jawabku dengan nada gembira.
Pukul 10.00 dia sudah sampai di depan rumahku dan segera kita meluncur ke tempat yang akan kita tuju.
Sesampainya di tempat itu...
“Mau pesen apa kamu”, tanya Dipta.
“Jus jeruk aja”, jawabku.
“Oke bentar ya”, Dipta pergi meninggalkanku untuk memesan minuman untukku.
“Gimana kuliahnya, lancar gak?”, tanya Dipta.
“Alhamdulillah lancar Dip, la kamu sendiri?”
“Ya, sama seperti kamu hehe”
Dan obrolan basa-basi itu terus berlanjut sekian lama dan herannya hanya membahas mengenai soal kuliah saja.
“Ini mas mbak pesanannya”, ujar pelayan.
Pesananku sudah datang aku segera meminumnya karena cuaca saat itu sangat terik sekali sehingga membuat tubuhku dehidrasi. Dan tiba tiba saja...
“Del”, Dipta memegang tanganku dengan tiba-tiba.
“Uhuk..” seketika aku tersedak saat ia memegang tanganku.
“Aku ingin seperti ini terus sama kamu Del bisa dekat denganmu”. Oke mungkin itu awalan yang dia berikan sebelum masuk ke pembicaraan tentang perasaan kita dan hubungan kita selama ini batinku.
“Eh, lepasin Dip malu tau dilihat sama orang-orang”, pintaku.
“Gak mau, aku maunya begini terus agar kamu tidak pergi dariku”. Tatapannya seolah-olah meyakinkanku. Bagaimana hati wanita tidak luluh kalau dirayu seperti itu oleh lelaki, termasuk juga aku yang seakan terbang melayang. Ya sedikit lagi nih mungkin dia akan nembak aku, pikirku.
Namun tiba-tiba saja dia melepaskan tanganku dan membahas hal lain dengan ciri khasnya yang selalu menyelipkan canda tawa dalam setiap pembicaran. Aku sempat merasa kesal, kenapa sih pembahasan tadi dialihkan ke topik yang lain. Namun candaannya mampu meredam kekesalanku saat itu hingga aku terbawa suasana nyaman dan senang yang dia ciptakan. Sempat aku berpikir untuk menanyakan kejelasan hubungan ini, namun aku masih saja tidak berani menanyakan hal itu. Hingga pada akhirnya Dipta mengajakku pulang dan mengantarkanku sampai di rumah.
“Terima kasih untuk hari ini ya Del”, ucap Dipta kepadaku.
“Sama-sama Dip”, kupasang senyum di wajahku meskipun sebenarnya dalam hati aku merasa jengkel dan kesal dengan dia.
“Hati-hati Dip”, pesanku ke dia sebelum pulang meninggalkan rumahku.
Matahari mulai tak menampakkan dirinya. Kini hari sudah berganti dengan malam. Dan malam itu juga aku beranikan diri untuk menanyakan kepada Dipta tentang hubungan ini. Aku juga tidak mau terlarut dalam hubungan tanpa ada kepastian ini.
“Dip, aku kamu anggap sih? Selama ini kan kita sudah dekat dan tahu soal perasaan kita masing-masing bahwa kita saling menyayangi satu sama lain”, tanyaku.
“Del kamu sabar ya, nanti bulan Januari kita kan ada study tour ke Jogja nah di situ aku nembak kamu biar kesannya beda gitu.. hehe”, jawabnya dengan santai.
“Begitu ya, tapi itu masih lama aku takut kalau kamunya nanti sudah berpaling dariku”.
“Tenang sayang, aku gak akan berpaling ke siapapun kok aku pasti akan menjadikanmu sebagai kekasihku. Pegang janjiku”, kata Dipta seolah meyakinkanku.
Aku pun percaya dengan perkataan Dipta dan aku tidak sabar menunggu bulan Januari itu datang. Ya, aku harus sabar untuk mendapatkan sosok seorang yang mencintaiku dengan sepenuh hati. Aku pegang janji itu. Hari kian berlalu. Aku dan Dipta tetap menjalani hubungan tanpa adanya suatu kepastian ini. Dan sampai saat inipun aku masih memegang janji itu.
Saat itu entah hanya perasaanku saja atau bagaimana dia seolah-olah menjadi berubah 360 derajat. Dipta semakin cuek dan bahkan tidak memberikan perhatiannya sama sekali kepadaku. Terkadang dia tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku beranikan diri untuk bertanya kepadanya mengapa dia bersikap seperti itu kepadaku.
“Dip, kamu kenapa kok jadi seperti ini. Sudah pudarkah rasa sayangmu kepadaku?”, tanyaku dengan bimbang.
“Del, aku boleh jujur gak?”
“Boleh, silahkan mau jujur soal apa”
“Maaf sebelumnya, aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku terkadang sayang bahkan terkadang tidak sayang sekali sama kamu”, jawabnya dengan emoticon sedih.
“Maksudmu apa Dip bilang seperti itu? Coba jelaskan ! Terus selama ini aku hanya kamu anggap sebagai apa?”, jawabku seakan tidak terima.
“Maaf Del, Allah kan maha membolak-balikkan hati manusia jadi aku tidak bisa menjelaskan kenapa aku seperti ini Del”, tutur Dipta.
“Ah alasan saja kamu, okelah aku terima semua penjelasanmu. Aku akan menerima keputusanmu itu dan berusaha ikhlas dengan semua ini. Asal kamu tahu aku sudah terlanjur menyayangimu, aku terlajur yakin bahwa aku dan kamu akan menjadi kita. Ah ya sudahlah semua itu hanya khayalanku saja yang tak akan pernah terwujud. Terima kasih atas cinta yang entah itu pura-pura atau cinta sebenarnya yang pernah kau berikan kepadaku Dip”, balasku.
Di situ aku merasa hancur sehancur-hancurnya. Hatiku remuk, hancur berkeping-keping. Pertemuan antara dia dan aku terjadi begitu saja. Kau mengenalkan namamu begitu saja padaku, aku hanya bisa tersenyum mendengar namamu, Dipta. Kugantungkan harapku padamu, dengan berharap kau merasakan hal yang sama. Aku berikan kau kesempatan untuk mengetuk pintu hatiku meski kau tak memintanya. Aku berikan semua perhatianku padamu meski saat ini aku tahu kau tak merasakan getaran akan perasaanku ini.
Apa kau benar-benar tak merasakan akan getaran-getaran rasa yang telah kuciptakan untukmu? Aku tak percaya jika kau tak memahami dengan apa yang aku lakukan untukmu. Apa hanya aku saja yang terlalu berharap, mengartikan semua tindakanmu sebagai cinta? Tapi apakah aku salah jika aku memiliki perasaan yang berbeda untukmu. Rasa nyamanku saat bersamamu semakin hari semakin tumbuh sehingga membuatku tak bisa mengendalikan perasaan ini.
Sesekali aku menangis karena aku dihantui perkataan dia yang memberikan harapan demi harapan kosong, palsu!. Sakit sekali selangkah lagi ke status resmi dia milikku aku milikmu, gagal segagal-gagalnya. Aku mencoba melupakannya, ya aku coba sekeras mungkin. Aku mencoba menegaskan diriku sendiri untuk tidak tidak lihat ke belakang dan lihat ke depan, bendera move on berkibar. Memantapkan langkahku mulai membuka hati untuk pria lain yang jauh lebih baik. Namun masih ada terselip dalam laci hati ingatan saat bersama Dipta karena aku telah terlanjur jatuh hati. Meski sedang move on aku selalu saja menstalk akun sosmed Dipta “Dipta. . .” air mata ini tiba-tiba jatuh ke pipi.
Janji-janji yang masih kupegang ini seakan sirna. Januari yang kutunggu hanyalah khayalan belaka. Seakan bulan itu tak berpihak kepadaku. Aku terlanjur mencintainya bahkan aku sudah yakin dan percaya dari perlakuannya kepadaku bahwa dia akan menjadi milikku. Tapi apa? Dia berikan rasa sakit ini semua kepadaku.
Untukmu Dipta...
Terimakasih pernah singgah walau hanya sesaat. Terimakasih pernah menyembuhkan walau sekarang memberikan luka. Terimakasih pernah membuatku tersenyum walau sekarang membuatku menangis. Pertemuan dan perkenalan antara kau dan aku biarlah menjadi penambah cerita dalam hidupku ini. Dan aku berharap kau takkan pernah kembali sekalipun itu kau kembali dengan sebuah penjalasan atau kepastian.