TAK
BERUJUNG
“Pagi Sayang”
“Hati-hati ya kamu berangkat ke kampus”
“Semangat ya
ngampusnya !!!”
Pesan via bbm
itu hampir tiap hari menghiasi layar ponselku beberapa bulan lalu. Ya, dialah
Dipta pengirim pesan itu. Laki-laki dengan postur tinggi dan berhidung mancung
ini sedang dekat denganku. Perkenalan kami dimulai ketika dia meminta pin
sekaligus nomorku ke temanku yang sekaligus teman sekelas Dipta. Kebetulan aku
dengan Dipta kuliah di kampus yang sama dengan jurusan dan semester yang sama
pula. Sebenarnya semenjak semester awal aku diam-diam sudah memperhatikannya
namun hanya sebatas ingin mengenal dia sebagai teman saja tidak lebih karena
dari cerita temanku dia anaknya lucu dan asik diajak berteman, apalagi dia
seorang anak pemain futsal yang seakan menjadi idaman kebanyakan kaum perempuan.
Waktu itu di
parkiran kampus. . .
“Del, Dipta
minta pin sama nomor kamu tuh boleh gak?”, tanya temanku Ana sambil di
belakangnya ada Dipta yang memberikan senyum malu kepadaku.
“Ah, apasih kamu
ini An”, jawabku. (Dalam hati aku merasa antara kaget dan senang ternyata orang
yang selama ini aku perhatikan ingin mengenalku lebih dekat).
“Cie, Dipta ini
pengen kenal sama kamu loh tapi dia malu ngomong sama kamu haha”, gurau Ana.
“Loh maksudmu
itu apa kok cie cie sih”, jawabku dengan nada kesal.
“Eh lihat tuh
mukamu jadi merah lo Del kayak udang rebus haha”, ledek Ana.
“Sudah sudah aku
mau pulang dulu lah disini cuma jadi bahan ledekan kamu”, ujarku sambil pergi
meninggalkan Ana dan Dipta.
Malam itu juga
dengan rutinitas sebagai mahasiswa yang sibuk dengan tugas kampus, aku masih
mengerjakan tugas hingga larut malam karena ada tugas mendadak dari dosen.
Tepat pukul 23.59 nada ponselku berdering kring...kring menandakan ada sebuah
pesan yang masuk. Kuambil ponselku dan kulihat tertera nomor baru yang belum
pernah aku kenal sebelumnya. Pikiranku entah kenapa langsung tertuju pada satu
nama yaitu Dipta. “Apakah ini Dipta ya, hemm gak mungkin dia aja kalau bertemu
denganku gak pernah menyapa apalagi melihatku”.
“Assalamualaikum”,
isi pesan itu.
Karena penasaran
dan berharap semoga yang sms itu Dipta segera aku balas pesan itu “Waalaikum
salam”. Menit demi menit berlalu hingga jarum jam menunjukkan pukul 00.30 namun
tidak ada balasan dari orang itu.
“Oh ya sudahlah
mungkin ini orang salah sambung, bukan Dipta”, pikirku. Kupejamkan mataku dan
tanpa kusadari aku tertidur. Suara nada pesan ponselku pagi itu membangunkan
tidur nyenyakku semalam. Ku lihat layar ponselku dan ternyata itu adalah dari
nomor yang semalam mengirim pesan. Kubuka pesannya dan dia mengenalkan namanya
bahwa dia adalah Dipta. Duh disini aku antara kaget dan senang membacanya.
“Del, ini aku
Dipta. maaf ya aku minta nomor kamu dari Ana hehe”.
“Oh Dipta ya,
hem iya gakpapa kok”, balasku.
“Sebenarnya aku
sudah lama ingin mengenalmu Del, tapi aku takut kalau kamu nanti tidak mau
menerimaku sebagai temanku”, balas Dipta.
“Ya Allah Dipta,
kamu kok bisa berpikiran seperti itu. Santai aja sama aku”, balasku. Ternyata
orang yang aku perhatikan selama ini juga memperhatikanku sungguh bahagianya
diriku.
Semenjak saat
itu setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit aku selalu chatting dengannya.
Dia selalu memberikan perhatian penuh kepadaku. Benar saja kata temanku, dia
asik dan membuat hari-hariku menjadi lebih berwarna. Waktu berlalu begitu
cepat, tak disangka kedekatan kita semakin terjalin erat. Panggilan yang semula
nama panggilan kita masing-masing kini berubah menjadi kata “Sayang”. Ya, dia
memanggilku dengan kata sayang begitupun juga denganku. Sampai akhirnya
kedekatan antara dia dan aku ini menumbuhkan benih-benih cinta dalam diriku.
Kehadirannya
membawa cerita lain dalam hidupku, dia memberikanku perhatian yang sangat luar
biasa sehingga membuatku terbiasa akan sapaan manisnya, tawa canda yang dia
buat dan perlakuan manis darinya. Tanpa sengaja aku pun menaruh harapan padanya,
sosok pria yang telah mampu menyembuhkan rasa sakitku akan luka lama di masa
lalu. Semenjak saat itu kita semakin dekat layaknya seorang yang melebihi
sahabat bahkan di bilang pacaran namun tanpa ada status di antara kita. Dia pun
juga menyatakan isi hatinya kepadaku namun dia tidak pernah meminta aku untuk
menjadi kekasihnya. Hubungan ini terasa terkatung-katung tanpa ada tujuan dan
kepastian yang jelas. Akupun enggan menanyakan kepada Dipta karena aku tidak
berani. Biarlah berjalan seperti ini saja, hubungan tanpa sebuah kepastian.
Pagi itu seperti
biasa dia chat aku.
“Pagi Sayang?, ketemuan yuk !”, ajaknya.
Kata “ketemuan”
itu baru kali ini diucapkan Dipta setelah kedekatan kita selama ini. Ya,
semenjak ketemu di parkiran kampus waktu itu dan sampai sekarang, baru kali ini
dia ngajak aku ketemuan. Emm, pikirku mungkin dia akan membicarakan mengenai
kedekatan kita selama ini. Yah, kalau memang benar begitu dengan segera ku
balas pesan darinya.
“Mau ketemuan di
mana ?”, balasku.
“Di tempat makan
sekitar alun-alun saja ya”.
“Iya deh ngikut
aja aku, hehe”.
“Kamu aku jemput
ya?”
“Haah?? Kamu
jemput??”. Sontak aku kaget dengan perkataan Dipta itu karena baru kali
pertamanya aku dijemput sama seorang lelaki yang kucintai saat ini.
“Hehe, iya deh”,
jawabku dengan nada gembira.
Pukul 10.00 dia
sudah sampai di depan rumahku dan segera kita meluncur ke tempat yang akan kita
tuju.
Sesampainya di
tempat itu...
“Mau pesen apa
kamu”, tanya Dipta.
“Jus jeruk aja”,
jawabku.
“Oke bentar ya”,
Dipta pergi meninggalkanku untuk memesan minuman untukku.
“Gimana
kuliahnya, lancar gak?”, tanya Dipta.
“Alhamdulillah
lancar Dip, la kamu sendiri?”
“Ya, sama
seperti kamu hehe”
Dan obrolan
basa-basi itu terus berlanjut sekian lama dan herannya hanya membahas mengenai
soal kuliah saja.
“Ini mas mbak
pesanannya”, ujar pelayan.
Pesananku sudah
datang aku segera meminumnya karena cuaca saat itu sangat terik sekali sehingga
membuat tubuhku dehidrasi. Dan tiba tiba saja...
“Del”, Dipta
memegang tanganku dengan tiba-tiba.
“Uhuk..”
seketika aku tersedak saat ia memegang tanganku.
“Aku ingin
seperti ini terus sama kamu Del bisa dekat denganmu”. Oke mungkin itu awalan
yang dia berikan sebelum masuk ke pembicaraan tentang perasaan kita dan
hubungan kita selama ini batinku.
“Eh, lepasin Dip
malu tau dilihat sama orang-orang”, pintaku.
“Gak mau, aku
maunya begini terus agar kamu tidak pergi dariku”. Tatapannya seolah-olah
meyakinkanku. Bagaimana hati wanita tidak luluh kalau dirayu seperti itu oleh
lelaki, termasuk juga aku yang seakan terbang melayang. Ya sedikit lagi nih
mungkin dia akan nembak aku, pikirku.
Namun tiba-tiba
saja dia melepaskan tanganku dan membahas hal lain dengan ciri khasnya yang
selalu menyelipkan canda tawa dalam setiap pembicaran. Aku sempat merasa kesal,
kenapa sih pembahasan tadi dialihkan ke topik yang lain. Namun candaannya mampu
meredam kekesalanku saat itu hingga aku terbawa suasana nyaman dan senang yang
dia ciptakan. Sempat aku berpikir untuk menanyakan kejelasan hubungan ini,
namun aku masih saja tidak berani menanyakan hal itu. Hingga pada akhirnya
Dipta mengajakku pulang dan mengantarkanku sampai di rumah.
“Terima kasih
untuk hari ini ya Del”, ucap Dipta kepadaku.
“Sama-sama Dip”,
kupasang senyum di wajahku meskipun sebenarnya dalam hati aku merasa jengkel
dan kesal dengan dia.
“Hati-hati Dip”,
pesanku ke dia sebelum pulang meninggalkan rumahku.
Matahari mulai
tak menampakkan dirinya. Kini hari sudah berganti dengan malam. Dan malam itu
juga aku beranikan diri untuk menanyakan kepada Dipta tentang hubungan ini. Aku
juga tidak mau terlarut dalam hubungan tanpa ada kepastian ini.
“Dip, aku kamu
anggap sih? Selama ini kan kita sudah dekat dan tahu soal perasaan kita
masing-masing bahwa kita saling menyayangi satu sama lain”, tanyaku.
“Del kamu sabar
ya, nanti bulan Januari kita kan ada study tour ke Jogja nah di situ aku nembak
kamu biar kesannya beda gitu.. hehe”, jawabnya dengan santai.
“Begitu ya, tapi
itu masih lama aku takut kalau kamunya nanti sudah berpaling dariku”.
“Tenang sayang,
aku gak akan berpaling ke siapapun kok aku pasti akan menjadikanmu sebagai
kekasihku. Pegang janjiku”, kata Dipta seolah meyakinkanku.
Aku pun percaya
dengan perkataan Dipta dan aku tidak sabar menunggu bulan Januari itu datang.
Ya, aku harus sabar untuk mendapatkan sosok seorang yang mencintaiku dengan
sepenuh hati. Aku pegang janji itu. Hari kian berlalu. Aku dan Dipta tetap
menjalani hubungan tanpa adanya suatu kepastian ini. Dan sampai saat inipun aku
masih memegang janji itu.
Saat itu entah
hanya perasaanku saja atau bagaimana dia seolah-olah menjadi berubah 360
derajat. Dipta semakin cuek dan bahkan tidak memberikan perhatiannya sama
sekali kepadaku. Terkadang dia tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku
beranikan diri untuk bertanya kepadanya mengapa dia bersikap seperti itu
kepadaku.
“Dip, kamu
kenapa kok jadi seperti ini. Sudah pudarkah rasa sayangmu kepadaku?”, tanyaku
dengan bimbang.
“Del, aku boleh
jujur gak?”
“Boleh, silahkan
mau jujur soal apa”
“Maaf
sebelumnya, aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku terkadang sayang bahkan
terkadang tidak sayang sekali sama kamu”, jawabnya dengan emoticon sedih.
“Maksudmu apa
Dip bilang seperti itu? Coba jelaskan ! Terus selama ini aku hanya kamu anggap
sebagai apa?”, jawabku seakan tidak terima.
“Maaf Del, Allah
kan maha membolak-balikkan hati manusia jadi aku tidak bisa menjelaskan kenapa aku
seperti ini Del”, tutur Dipta.
“Ah alasan saja
kamu, okelah aku terima semua penjelasanmu. Aku akan menerima keputusanmu itu
dan berusaha ikhlas dengan semua ini. Asal kamu tahu aku sudah terlanjur
menyayangimu, aku terlajur yakin bahwa aku dan kamu akan menjadi kita. Ah ya
sudahlah semua itu hanya khayalanku saja yang tak akan pernah terwujud. Terima
kasih atas cinta yang entah itu pura-pura atau cinta sebenarnya yang pernah kau
berikan kepadaku Dip”, balasku.
Di situ aku
merasa hancur sehancur-hancurnya. Hatiku remuk, hancur berkeping-keping. Pertemuan
antara dia dan aku terjadi begitu saja. Kau mengenalkan namamu begitu saja
padaku, aku hanya bisa tersenyum mendengar namamu, Dipta. Kugantungkan harapku
padamu, dengan berharap kau merasakan hal yang sama. Aku berikan kau kesempatan
untuk mengetuk pintu hatiku meski kau tak memintanya. Aku berikan semua
perhatianku padamu meski saat ini aku tahu kau tak merasakan getaran akan
perasaanku ini.
Apa kau
benar-benar tak merasakan akan getaran-getaran rasa yang telah kuciptakan
untukmu? Aku tak percaya jika kau tak memahami dengan apa yang aku lakukan
untukmu. Apa hanya aku saja yang terlalu berharap, mengartikan semua tindakanmu
sebagai cinta? Tapi apakah aku salah jika aku memiliki perasaan yang berbeda untukmu.
Rasa nyamanku saat bersamamu semakin hari semakin tumbuh sehingga membuatku tak
bisa mengendalikan perasaan ini.
Sesekali aku
menangis karena aku dihantui perkataan dia yang memberikan harapan demi harapan
kosong, palsu!. Sakit sekali selangkah lagi ke status resmi dia milikku aku
milikmu, gagal segagal-gagalnya. Aku mencoba melupakannya, ya aku coba sekeras
mungkin. Aku mencoba menegaskan diriku sendiri untuk tidak tidak lihat ke
belakang dan lihat ke depan, bendera move on berkibar. Memantapkan langkahku
mulai membuka hati untuk pria lain yang jauh lebih baik. Namun masih ada
terselip dalam laci hati ingatan saat bersama Dipta karena aku telah terlanjur
jatuh hati. Meski sedang move on aku selalu saja menstalk akun sosmed Dipta
“Dipta. . .” air mata ini tiba-tiba jatuh ke pipi.
Janji-janji yang
masih kupegang ini seakan sirna. Januari yang kutunggu hanyalah khayalan
belaka. Seakan bulan itu tak berpihak kepadaku. Aku terlanjur mencintainya
bahkan aku sudah yakin dan percaya dari perlakuannya kepadaku bahwa dia akan
menjadi milikku. Tapi apa? Dia berikan rasa sakit ini semua kepadaku.
Untukmu Dipta...
Terimakasih
pernah singgah walau hanya sesaat. Terimakasih pernah menyembuhkan walau
sekarang memberikan luka. Terimakasih pernah membuatku tersenyum walau sekarang
membuatku menangis. Pertemuan dan perkenalan antara kau dan aku biarlah menjadi
penambah cerita dalam hidupku ini. Dan aku berharap kau takkan pernah kembali
sekalipun itu kau kembali dengan sebuah penjalasan atau kepastian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar