Minggu, 04 Juni 2017

CERPEN KISAH NYATA SAHABAT




TAK BERUJUNG

“Pagi Sayang”
“Hati-hati  ya kamu berangkat ke kampus”
“Semangat ya ngampusnya !!!”
Pesan via bbm itu hampir tiap hari menghiasi layar ponselku beberapa bulan lalu. Ya, dialah Dipta pengirim pesan itu. Laki-laki dengan postur tinggi dan berhidung mancung ini sedang dekat denganku. Perkenalan kami dimulai ketika dia meminta pin sekaligus nomorku ke temanku yang sekaligus teman sekelas Dipta. Kebetulan aku dengan Dipta kuliah di kampus yang sama dengan jurusan dan semester yang sama pula. Sebenarnya semenjak semester awal aku diam-diam sudah memperhatikannya namun hanya sebatas ingin mengenal dia sebagai teman saja tidak lebih karena dari cerita temanku dia anaknya lucu dan asik diajak berteman, apalagi dia seorang anak pemain futsal yang seakan menjadi idaman kebanyakan kaum perempuan.
Waktu itu di parkiran kampus. . .
“Del, Dipta minta pin sama nomor kamu tuh boleh gak?”, tanya temanku Ana sambil di belakangnya ada Dipta yang memberikan senyum malu kepadaku.
“Ah, apasih kamu ini An”, jawabku. (Dalam hati aku merasa antara kaget dan senang ternyata orang yang selama ini aku perhatikan ingin mengenalku lebih dekat).
“Cie, Dipta ini pengen kenal sama kamu loh tapi dia malu ngomong sama kamu haha”, gurau Ana.
“Loh maksudmu itu apa kok cie cie sih”, jawabku dengan nada kesal.
“Eh lihat tuh mukamu jadi merah lo Del kayak udang rebus haha”, ledek Ana.
“Sudah sudah aku mau pulang dulu lah disini cuma jadi bahan ledekan kamu”, ujarku sambil pergi meninggalkan Ana dan Dipta.
Malam itu juga dengan rutinitas sebagai mahasiswa yang sibuk dengan tugas kampus, aku masih mengerjakan tugas hingga larut malam karena ada tugas mendadak dari dosen. Tepat pukul 23.59 nada ponselku berdering kring...kring menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Kuambil ponselku dan kulihat tertera nomor baru yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Pikiranku entah kenapa langsung tertuju pada satu nama yaitu Dipta. “Apakah ini Dipta ya, hemm gak mungkin dia aja kalau bertemu denganku gak pernah menyapa apalagi melihatku”.
“Assalamualaikum”, isi pesan itu.
Karena penasaran dan berharap semoga yang sms itu Dipta segera aku balas pesan itu “Waalaikum salam”. Menit demi menit berlalu hingga jarum jam menunjukkan pukul 00.30 namun tidak ada balasan dari orang itu.
“Oh ya sudahlah mungkin ini orang salah sambung, bukan Dipta”, pikirku. Kupejamkan mataku dan tanpa kusadari aku tertidur. Suara nada pesan ponselku pagi itu membangunkan tidur nyenyakku semalam. Ku lihat layar ponselku dan ternyata itu adalah dari nomor yang semalam mengirim pesan. Kubuka pesannya dan dia mengenalkan namanya bahwa dia adalah Dipta. Duh disini aku antara kaget dan senang membacanya.
“Del, ini aku Dipta. maaf ya aku minta nomor kamu dari Ana hehe”.
“Oh Dipta ya, hem iya gakpapa kok”, balasku.
“Sebenarnya aku sudah lama ingin mengenalmu Del, tapi aku takut kalau kamu nanti tidak mau menerimaku sebagai temanku”, balas Dipta.
“Ya Allah Dipta, kamu kok bisa berpikiran seperti itu. Santai aja sama aku”, balasku. Ternyata orang yang aku perhatikan selama ini juga memperhatikanku sungguh bahagianya diriku.
Semenjak saat itu setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit aku selalu chatting dengannya. Dia selalu memberikan perhatian penuh kepadaku. Benar saja kata temanku, dia asik dan membuat hari-hariku menjadi lebih berwarna. Waktu berlalu begitu cepat, tak disangka kedekatan kita semakin terjalin erat. Panggilan yang semula nama panggilan kita masing-masing kini berubah menjadi kata “Sayang”. Ya, dia memanggilku dengan kata sayang begitupun juga denganku. Sampai akhirnya kedekatan antara dia dan aku ini menumbuhkan benih-benih cinta dalam diriku.
Kehadirannya membawa cerita lain dalam hidupku, dia memberikanku perhatian yang sangat luar biasa sehingga membuatku terbiasa akan sapaan manisnya, tawa canda yang dia buat dan perlakuan manis darinya. Tanpa sengaja aku pun menaruh harapan padanya, sosok pria yang telah mampu menyembuhkan rasa sakitku akan luka lama di masa lalu. Semenjak saat itu kita semakin dekat layaknya seorang yang melebihi sahabat bahkan di bilang pacaran namun tanpa ada status di antara kita. Dia pun juga menyatakan isi hatinya kepadaku namun dia tidak pernah meminta aku untuk menjadi kekasihnya. Hubungan ini terasa terkatung-katung tanpa ada tujuan dan kepastian yang jelas. Akupun enggan menanyakan kepada Dipta karena aku tidak berani. Biarlah berjalan seperti ini saja, hubungan tanpa sebuah kepastian.
Pagi itu seperti biasa dia chat aku.
 “Pagi Sayang?, ketemuan yuk !”, ajaknya.
Kata “ketemuan” itu baru kali ini diucapkan Dipta setelah kedekatan kita selama ini. Ya, semenjak ketemu di parkiran kampus waktu itu dan sampai sekarang, baru kali ini dia ngajak aku ketemuan. Emm, pikirku mungkin dia akan membicarakan mengenai kedekatan kita selama ini. Yah, kalau memang benar begitu dengan segera ku balas pesan darinya.
“Mau ketemuan di mana ?”, balasku.
“Di tempat makan sekitar alun-alun saja ya”.
“Iya deh ngikut aja aku, hehe”.
“Kamu aku jemput ya?”
“Haah?? Kamu jemput??”. Sontak aku kaget dengan perkataan Dipta itu karena baru kali pertamanya aku dijemput sama seorang lelaki yang kucintai saat ini.
“Hehe, iya deh”, jawabku dengan nada gembira.
Pukul 10.00 dia sudah sampai di depan rumahku dan segera kita meluncur ke tempat yang akan kita tuju.
Sesampainya di tempat itu...
“Mau pesen apa kamu”, tanya Dipta.
“Jus jeruk aja”, jawabku.
“Oke bentar ya”, Dipta pergi meninggalkanku untuk memesan minuman untukku.
“Gimana kuliahnya, lancar gak?”, tanya Dipta.
“Alhamdulillah lancar Dip, la kamu sendiri?”
“Ya, sama seperti kamu hehe”
Dan obrolan basa-basi itu terus berlanjut sekian lama dan herannya hanya membahas mengenai soal kuliah saja.
“Ini mas mbak pesanannya”, ujar pelayan.
Pesananku sudah datang aku segera meminumnya karena cuaca saat itu sangat terik sekali sehingga membuat tubuhku dehidrasi. Dan tiba tiba saja...
“Del”, Dipta memegang tanganku dengan tiba-tiba.
“Uhuk..” seketika aku tersedak saat ia memegang tanganku.
“Aku ingin seperti ini terus sama kamu Del bisa dekat denganmu”. Oke mungkin itu awalan yang dia berikan sebelum masuk ke pembicaraan tentang perasaan kita dan hubungan kita selama ini batinku.
“Eh, lepasin Dip malu tau dilihat sama orang-orang”, pintaku.
“Gak mau, aku maunya begini terus agar kamu tidak pergi dariku”. Tatapannya seolah-olah meyakinkanku. Bagaimana hati wanita tidak luluh kalau dirayu seperti itu oleh lelaki, termasuk juga aku yang seakan terbang melayang. Ya sedikit lagi nih mungkin dia akan nembak aku, pikirku.
Namun tiba-tiba saja dia melepaskan tanganku dan membahas hal lain dengan ciri khasnya yang selalu menyelipkan canda tawa dalam setiap pembicaran. Aku sempat merasa kesal, kenapa sih pembahasan tadi dialihkan ke topik yang lain. Namun candaannya mampu meredam kekesalanku saat itu hingga aku terbawa suasana nyaman dan senang yang dia ciptakan. Sempat aku berpikir untuk menanyakan kejelasan hubungan ini, namun aku masih saja tidak berani menanyakan hal itu. Hingga pada akhirnya Dipta mengajakku pulang dan mengantarkanku sampai di rumah.
“Terima kasih untuk hari ini ya Del”, ucap Dipta kepadaku.
“Sama-sama Dip”, kupasang senyum di wajahku meskipun sebenarnya dalam hati aku merasa jengkel dan kesal dengan dia.
“Hati-hati Dip”, pesanku ke dia sebelum pulang meninggalkan rumahku.
Matahari mulai tak menampakkan dirinya. Kini hari sudah berganti dengan malam. Dan malam itu juga aku beranikan diri untuk menanyakan kepada Dipta tentang hubungan ini. Aku juga tidak mau terlarut dalam hubungan tanpa ada kepastian ini.
“Dip, aku kamu anggap sih? Selama ini kan kita sudah dekat dan tahu soal perasaan kita masing-masing bahwa kita saling menyayangi satu sama lain”, tanyaku.
“Del kamu sabar ya, nanti bulan Januari kita kan ada study tour ke Jogja nah di situ aku nembak kamu biar kesannya beda gitu.. hehe”, jawabnya dengan santai.
“Begitu ya, tapi itu masih lama aku takut kalau kamunya nanti sudah berpaling dariku”.
“Tenang sayang, aku gak akan berpaling ke siapapun kok aku pasti akan menjadikanmu sebagai kekasihku. Pegang janjiku”, kata Dipta seolah meyakinkanku.
Aku pun percaya dengan perkataan Dipta dan aku tidak sabar menunggu bulan Januari itu datang. Ya, aku harus sabar untuk mendapatkan sosok seorang yang mencintaiku dengan sepenuh hati. Aku pegang janji itu. Hari kian berlalu. Aku dan Dipta tetap menjalani hubungan tanpa adanya suatu kepastian ini. Dan sampai saat inipun aku masih memegang janji itu.
Saat itu entah hanya perasaanku saja atau bagaimana dia seolah-olah menjadi berubah 360 derajat. Dipta semakin cuek dan bahkan tidak memberikan perhatiannya sama sekali kepadaku. Terkadang dia tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku beranikan diri untuk bertanya kepadanya mengapa dia bersikap seperti itu kepadaku.
“Dip, kamu kenapa kok jadi seperti ini. Sudah pudarkah rasa sayangmu kepadaku?”, tanyaku dengan bimbang.
“Del, aku boleh jujur gak?”
“Boleh, silahkan mau jujur soal apa”
“Maaf sebelumnya, aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku terkadang sayang bahkan terkadang tidak sayang sekali sama kamu”, jawabnya dengan emoticon sedih.
“Maksudmu apa Dip bilang seperti itu? Coba jelaskan ! Terus selama ini aku hanya kamu anggap sebagai apa?”, jawabku seakan tidak terima.
“Maaf Del, Allah kan maha membolak-balikkan hati manusia jadi aku tidak bisa menjelaskan kenapa aku seperti ini Del”, tutur Dipta.
“Ah alasan saja kamu, okelah aku terima semua penjelasanmu. Aku akan menerima keputusanmu itu dan berusaha ikhlas dengan semua ini. Asal kamu tahu aku sudah terlanjur menyayangimu, aku terlajur yakin bahwa aku dan kamu akan menjadi kita. Ah ya sudahlah semua itu hanya khayalanku saja yang tak akan pernah terwujud. Terima kasih atas cinta yang entah itu pura-pura atau cinta sebenarnya yang pernah kau berikan kepadaku Dip”, balasku.
Di situ aku merasa hancur sehancur-hancurnya. Hatiku remuk, hancur berkeping-keping. Pertemuan antara dia dan aku terjadi begitu saja. Kau mengenalkan namamu begitu saja padaku, aku hanya bisa tersenyum mendengar namamu, Dipta. Kugantungkan harapku padamu, dengan berharap kau merasakan hal yang sama. Aku berikan kau kesempatan untuk mengetuk pintu hatiku meski kau tak memintanya. Aku berikan semua perhatianku padamu meski saat ini aku tahu kau tak merasakan getaran akan perasaanku ini.
Apa kau benar-benar tak merasakan akan getaran-getaran rasa yang telah kuciptakan untukmu? Aku tak percaya jika kau tak memahami dengan apa yang aku lakukan untukmu. Apa hanya aku saja yang terlalu berharap, mengartikan semua tindakanmu sebagai cinta? Tapi apakah aku salah jika aku memiliki perasaan yang berbeda untukmu. Rasa nyamanku saat bersamamu semakin hari semakin tumbuh sehingga membuatku tak bisa mengendalikan perasaan ini.
Sesekali aku menangis karena aku dihantui perkataan dia yang memberikan harapan demi harapan kosong, palsu!. Sakit sekali selangkah lagi ke status resmi dia milikku aku milikmu, gagal segagal-gagalnya. Aku mencoba melupakannya, ya aku coba sekeras mungkin. Aku mencoba menegaskan diriku sendiri untuk tidak tidak lihat ke belakang dan lihat ke depan, bendera move on berkibar. Memantapkan langkahku mulai membuka hati untuk pria lain yang jauh lebih baik. Namun masih ada terselip dalam laci hati ingatan saat bersama Dipta karena aku telah terlanjur jatuh hati. Meski sedang move on aku selalu saja menstalk akun sosmed Dipta “Dipta. . .” air mata ini tiba-tiba jatuh ke pipi.
Janji-janji yang masih kupegang ini seakan sirna. Januari yang kutunggu hanyalah khayalan belaka. Seakan bulan itu tak berpihak kepadaku. Aku terlanjur mencintainya bahkan aku sudah yakin dan percaya dari perlakuannya kepadaku bahwa dia akan menjadi milikku. Tapi apa? Dia berikan rasa sakit ini semua kepadaku.
Untukmu Dipta...
Terimakasih pernah singgah walau hanya sesaat. Terimakasih pernah menyembuhkan walau sekarang memberikan luka. Terimakasih pernah membuatku tersenyum walau sekarang membuatku menangis. Pertemuan dan perkenalan antara kau dan aku biarlah menjadi penambah cerita dalam hidupku ini. Dan aku berharap kau takkan pernah kembali sekalipun itu kau kembali dengan sebuah penjalasan atau kepastian.

Tidak ada komentar: